PEGADAIAN Indonesia

mengatasi masalah tanpa masalah

Sunday, March 20, 2011

Prediksi Kehidupan Mendatang 2050


Sunday, 20 March 2011

Dunia akan berubah, itu pasti. Perubahan perubahan itu akan mencengangkan bagi sebagian orang. Namun, akan menjadi hal biasa bagi sebagian lainnya.

Ramalan akan perubahan dunia yang cukup dahsyat ditulis secara rinci dan apik oleh Richard Watson dalam The Nexy 50 Years. Namun, konsultan IBM, Coca-cola, dan McDonald ini tidaklah meramal demi ramalan itu sendiri, melainkan untuk membuka diskusi mengenai risiko-risiko dan kesempatan kesempatan masa depan.Tidak hanya meramal dan memprediksi, Watson mampu memberi sudut pandang baru sehingga semua menjadi lebih jelas dan terang.

Dua Tren Besar

Ada beberapa ramalan yang patut kita renungkan bersama. Urbanisasi dan meningkatnya jumlah orang yang hidup sendiri. Hal tersebut merupakan dua tren besar pada awal abad 21. Pada 2006, 25% rumah di Inggris ditinggali orang yang hidup sendirian. Jumlahnya di Australia mencapai 17%. Sementara angka ini di Amerika Serikat tumbuh menjadi 30% dalam 30 tahun akibat faktor faktor seperti lajang yang tetap sendirian dalam waktu lama, mudahnya perceraian, dan masa hidup yang lebih panjang, khususnya bagi wanita. Singkatnya, akan terjadi kekurangan angka kelahiran dan kematian. Karena itu, populasi global menurun pada sekitar 2050, mengakhiri rasa takut akan terlalu padatnya planet kita.

Hal ini terlihat pada angka statistik masa kini. Sekitar 22% wanita di Inggris mengatakan, mereka tidak berharap mempunyai anak. Jika tren ini tetap berlanjut, sebagian besar pusat kota pada 2050 akan berisi orang-orang lajang yang kaya, keluarga keluarga kaya,serta pasangan pasangan homo dengan pendapatan setelah pajak yang tinggi dan pandangan politik liberal. Area perdesaan yang masih hidup akan ditempati orang-orang kaya penyuka pertanian yang berbaur dengan para downshifter (orang-orang yang lebih mengutamakan kebahagiaan daripada materi) dan para pengelana digital.

Manusia Hibrida

Lebih aneh lagi, pada 2050 akan ada dua spesies dengan tingkat kecerdasan yang begitu tinggi di muka bumi,yaitu manusia tradisional yang murni secara genetis dan manusia hibrida yang dilengkapi teknologi. Manusia hibrida adalah “orang-orang” yang secara genetis dimanipulasi penyuntikan DNA tertentu untuk mencegah penyakit tertentu atau untuk menciptakan tingkat emosi atau kepribadian tertentu.

Mereka juga akan disempurnakan secara robotika dan terkomputerisasi untuk meningkatkan kekuatan, penglihatan, atau kecerdasan. Sekali lagi, sebagian orang akan berevolusi dengan amat lambat. Sementara sebagian lainnya akan berubah secepat yang dimungkinkan etika dan teknologi. Pada 2050, Hollywood, industri komputer, ilmu syaraf, dan industri farmasi akan bergabung. Dengan demikian, secara legal dan ilegal,orang bisa menghabiskan hari di dunia lain dengan lima indra manusia. Ini seperti film Matrix dan Logan’s Run,tapi dalam bentuk nyata (halaman 23). Lebih dari itu, perangkat lunak cerdas pada 2050 akan mampu mengenali yang salah pada diri Anda dan situs seperti Genes Reunited akan menawarkan sejarah genetika yang memungkinkan orang untuk mengantisipasi penyakit dan cacat keturunan.

Anda juga akan dapat menyewa atau membeli robot pembedah untuk melakukan operasi di rumah atau kantor Anda. Hal inilah yang menjadikan komputer akan lebih cerdas daripada manusia pada 2030. Aspek lain yang menggelitik dan mengkhawatirkan dari isu ini adalah bertemunya komputasi, robotika, dan teknologi nano. Penggabungan ketiga ilmu ini dapat membangkitkan mesin yang mampu membuat tiruan diri mereka sendiri. Masa depan tidak akan menjadi pengalaman yang searah dan tidak pula berjalan tanpa kesimpulan. Orangorang dengan usia yang sama, pekerjaan yang sama, tinggal di jalan yang sama akan mengalami masa depan dengan cara yang berbeda.Masa depan pun akan sangat dipengaruhi lokalitas dan kegiatan yang amat personal.

Masa depan juga merupakan sesuatu yang kita ciptakan sendiri.Beberapa di antara kita akan merangkul teknologi dan globalisasi, sedangkan yang lain akan berusaha untuk lari darinya. Sesungguhnya, masa depan akan menjadi pertarungan antara mereka yang berlari mengejarnya dan mereka yang berlari menghindarinya menuju bentuk masa lalu yang nyaman dan tidak tercemar (halaman 382). Menilik kondisi yang demikian, pantaslah jika kita merenungkan yang pernah dikatakan William Shakespeare. Masa lalu dan yang akan datang tampaknya memang yang terbaik. Sementara yang terjadi pada saat ini adalah yang buruk.

Buku ini dipenuhi ramalan provokatif mengenai bagaimana dunia akan berubah dalam setengah abad mendatang. Buku ini menguji pola-pola dan perkembangan yang muncul dalam masyarakat, teknologi, ekonomi, dan bisnis. Dihadirkan pula dugaan-dugaan yang mendidik mengenai ke mana semua itu akan membawa kita. Akhirnya, banyak yang telah terjadi dalam 50 tahun terakhir dan tidak ada alasan untuk menganggap bahwa 50 tahun ke depan tidak akan demikian.●

Di kopi dari kiriman email m.gunawan
========================

Membaca paparan diatas, membuat saya merenung dan bertanya, kira-kira akan seperti apa bentuk korporasi Pegadaian dan pelayanannya tahun 2050 mendatang ? Mari rekan-rekan selindo saya undang untuk memaparkan mimpinya disini....!

Thursday, March 17, 2011

Sikap Penduduk Jepang


Bagaimana takjubnya dunia terhadap perilaku penduduk Jepang pasca musibah tsunami sudah banyak Anda baca. Dunia kagum dengan kedisiplinan dan kerukunan orang Jepang melewati masa-masa sulit.

Tak ada rebutan makanan, walaupun perut kosong atau anak menangis. Tak ada saling serobot lalu lintas, meski sudah lebih dari lima jam jalan tidak bergerak. Tak ada amarah atau komplain yang diucapkan, kendati listrik terus-menerus padam dan kereta api tak kunjung datang. Semua orang tahu bagaimana cara menahan diri. Apa yang membuat orangorang Jepang mampu menahan diri seperti itu?

Sumimasen

Setiap kali saya bersenggolan di Tokyo atau di Osaka yang padat, kata sumimasen menjadi begitu familier di telinga saya. Begitu cepat orang yang menyenggol mengucapkankatatersebut— yangberarti ’permisi’ atau ’maafkan saya’. Anak-anak di Jepang begitu cepat mengucapkan kata itu satu dengan lainnya, disertai anggukan kepala sebagai tanda respek. Selama beberapa kali melakukan kunjungan dan studi di Jepang, seingat saya hampir tidak pernah saya melihat orang Jepang berkelahi atau rebut mulut.

Bahkan saya tak pernah melihat orang-orang Jepang bertatap mata dengan tajam seperti yang sering kita saksikan saat remaja-remaja kita bertengkar.Tawuran? Ini apalagi. Praktis tidak terdengar. Di Anyer,seorangtemanyang membuka usaha rumah makan Jepang yang dilengkapi pijat sehat bercerita bahwa pelanggan-pelanggannya semula adalah para eksekutif Jepang yang sedang bertugas di sana.

Entah karena apa belakangan di sekitar Anyer datang pekerja asal Korea dan mereka secara beramai-ramai mendominasi tempat pijat. Tentu saja hal ini membuat pelanggan asal Jepang terdesak. Anda tahu apa yang dilakukan keluarga asal Jepang yang terdesak itu? Mereka diam seribu bahasa dan memilih mundur perlahan-lahan. Tak ingin terlibat dalam keributan telah menjadi karakter penduduk Jepang.

Beberapa pemuda magang asal Indonesia yang saya temui di Osaka pada September tahun lalu bercerita bagaimana nilai-nilai itu dibangun di Jepang. Berbeda dengan di Tanah Air, katanya, di taman kanakkanak mereka tidak diajari matematika. Lantas apa yang diajarkan? ”Mencuci piring,mengepel, dan origami,”ujarnya. ”Satu lagi, kalau bersentuhan mereka harus cepat cepat bilang sumimasen,” katanya. Berbeda dengan di Indonesia.

Taman kanak-kanak yang tak lain adalah tempat bermain telah berubah menjadi sekolah yang dilengkapi target yang luar biasa ambisius. Di pintu sekolah, ibu-ibu muda menggunjingkan pelajaran berhitung dengan membanggakan anak-anaknya yang katanya sudah pintar menghafal angka 1 sampai 100.

Sementara itu, stasiun televisi sangat getol menampilkan anak-anak pandai menghafal nama-nama negara atau bendera berbagai bangsa. Tak ada yang mempersoalkan anak-anak itu berbicara sambil mengunyah makanan atau terduduk- tidur seenaknya. Kita telah lebih mengedepankan aspek kognitif ketimbang aspek psikomotorik yang menjadi pembentuk karakter yang penting.

SOP

Orang-orang Jepang bagi saya adalah sosok yang sangat menarik. Agak pemalu, sangat santun, dan bicaranya halus. Terkesan tidak ingin menonjolkan diri dan secara individu tidak begitu dominan. Namun, bila berada dalam sebuah tim mereka pun menunjukkan keperkasaan. Manajemen Jepang pada dasarnya adalah manajemen SOP (standard operating procedure). Apa pun juga mereka ingin standardisasikan. Prinsipnya semua harus dibuat tertulis, persis seperti filosofi ISO, ”Write what you do,and do what you write”(Tulis apa yang Anda kerjakan,dan kerjakan seperti yang tertulis).

Dengan modal SOP seperti itu Jepang membangun industrinya dengan detail, terencana, repetisi, dan terkoreksi melalui mekanisme kontrol. Setiap kali seseorang menemukan sebuah produk dari sebuah sampel yang diambil ada yang cacat, proses produksi pun dihentikan. Mereka memencet tombol, mesin berhenti, dan semua orang dalam satu line di pabrik segera masuk ruang rapat. Mereka menelusuri sebab-sebab dan memperbaikinya on the spot. Seorang bintang olahraga baseball Jepang mengatakan, ”Yang paling saya bosan bermain di sini adalah seringnya coach meminta time out.”

Mereka rewel dan detail, tetapi hasilnya luar biasa. Cerita lain soal SOP dialami istri saya saat dia membeli kamera yang menjadi hobi anak kami. Dua jam dia berbicara dengan petugas hanya untuk meminta agar kamera yang dibelinya dapat diganti pada bagian-bagian tertentu, ternyata tidak selesai-selesai.Pegawai KBRI yang menjemput kemudian memberi tahu kami: ”Di sini kalau Anda memesan makanan terimalah sesuai menu. Kalau di Indonesia Anda bisa meminta pesanan makanan ditambahi cabai, kurangi lemak, tambahi jamur atau buat lebih asin, demikian mudah.

Di Jepang semua orang bekerja sesuai SOP dan menyesuaikan diri dengan masing-masing selera adalah masalah besar. ”Mungkin karena itu pulalah Bapak dan Ibu mengalami kesulitan untuk mengirim bantuan makanan, obat-obatan, pakaian, bahkan relawan kemanusiaan untuk membantu evakuasi para korban Tsunami di Jepang. Semua sudah ada SOP-nya dan standar mereka begitu tinggi.

Kontrol begitu ketat demi sebuah kesejahteraan. Namun apa pun yang terjadi, tetaplah menunduk, mohon ampun, dan berdoalah agar saudara-saudara kita yang terkena musibah di Jepang diberi kekuatan dan semoga arwah para korban diberi ampunan. Kita juga berdoa agar musibah seperti itu menjauh dari Tanah Air.

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI

-------------------------------------------------------------
dalam Harian Seputar Indonesia, 17 Maret 2011, halaman 1 & 15


Damai Sejahtera @ Terima Kasih

Free Website Counter