PEGADAIAN Indonesia

mengatasi masalah tanpa masalah

Monday, April 19, 2010

Manajemen Bernyanyi

Bernyanyi setiap orang bisa melakukannya, tetapi bernyanyi dengan benar apalagi sesuai partitur memerlukan kedalaman rasa yang harus dimiliki. Dan itu bisa diperoleh melalui latihan seksama.

Bernyanyi dan bermusik memiliki kesamaan, keduanya membutuhkan kedalaman rasa. Seorang pemain musik dituntut memiliki sense of music, demikian pula dalam bernyanyi. Lypsinc merupakan salah satu taktik "tipuan" dalam bernyanyi dan bermusik. Sebuah lagu rekaman asli diputar melalui alat pemutar dan diperdengarkan lewat sound system - biasanya dalam sebuah panggung pertunjukan - sementara itu penyanyi dan band pengiring berlagak membawakannya.

Ada lagi tipuan bernyanyi dan inilah yang saya maksudkan dengan manajemen bernyanyi. Pada sebuah pembukaan acara Rakernas (???) seorang rekan didaulat untuk menyanyi. Dengan sigap ia berdiri dan mendekati pemain organ pengiring, seperti biasa ia menyebutkan judul sebuah lagu. Entah apa yang terjadi sang organis lama sekali menyesuaikan nada dasarnya, bahkan rekan saya dengan bercanda sempat berbicara lewat pengeras suara bahwa kali ini pengiringnya yang tidak bisa. Tentu saja disambut gerr penonton.

Ketika pertunjukan dimulai saya sempat terlongong karena biasanya teman saya ini tidak bisa bernyanyi kali ini dengan lancar ia membawakan lagunya dengan runtut. Mungkinkah ia privat ke Elfa Secioria ataukah kursus ke Purwacaraka ?

Sempat saya lihat jajaran manajemen aplaus. Wah hebat nih....batin saya, ketika pandangan mata saya alihkan ke rekan Pimwil yang baru menjabat dan kebetulan ia satu daerah dengan rekan penyanyi tersebut, saya lihat ia tertawa terbahak-bahak bahkan sempat terlihat ia mengusap air matanya, saking lucunya.

Sadarlah saya bahwa kekeliruan ada pada diri saya dan sebagian besar penonton yang kena dikibuli rekan saya penyanyi tersebut. Jelas bahwa sebagian besar dari kami tidak mengenal lagu daerah kuno yang ia nyanyikan. Dan inilah taktik yang ia pakai. Sengaja ia pesan lagu daerah kuno sehingga jangankan audiens, organispun tidak kenal lagunya. Sebaliknya mereka yang satu suku tertawa terpingkal-pingkal sampai meneteskan air mata.

Analogi manajemen bernyanyi inilah yang saya ingin pesankan ke semua pembaca terkasih. Bagi pengamat outsider dari suatu lingkup manajerial, jangan pernah lihat gaya dan tampilan semu yang kadang memukau dari sisi pencapaian kinerja. Bila perlu tanyakan pada yang memahami atau ahlinya. Bagi para "penyanyi" pesan yang saya tulis di facebook demikian :"Jangan memelintir kebenaran hanya demi puaskan kepentingan diri..."

Saat konsep ini saya tulis terbersit pemikiran, jangan-jangan saya kurang mengampuni atas "penipuan" manajemen (bernyanyi) itu ?

Lalu seketika saya diingatkan update status bijak dari teman saya Johan K demikian:
"Mengampuni bukan berarti menyangkal bahwa kita terluka. Mengampuni bukan berati berkompromi dengan kesalahan orang lain, seolah apa yang ia lakukan tidak pernah terjadi. Mengampuni berarti mengakui bahwa kita terluka, namun tidak mengijinkan luka itu membawa kita hanyut dalam dendam atau menghalangi kita untuk tetap mengasihinya apa adanya".


Damai Sejahtera @ Terima Kasih

Free Website Counter