PEGADAIAN Indonesia

mengatasi masalah tanpa masalah

Sunday, April 15, 2012

Ninabuku..o..oh....ninabuku...!

Setiap kali masuk kelas, mesti tidak lupa saya bertanya tentang bacaan. Bacaan apapun ! Apa yang kamu baca kemarin dan hari ini ? Selembar koran atau sehelai buku ? Umumnya mereka terdiam ! Para siswa diklat rata-rata tidak tahu bahwa dalam sehari tidak membaca apapun, merupakan "dosa". Sehingga ketika sebuah tanya yang bersifat informatoris dilontarkan, nampaklah mata-mata tidak berdosa, terlongong penuh kepasrahan, terbengong dalam ketidak mengertian.

Program sehari baca sehelai saya umpankan dengan lemparan tanya proaktif yang mereka ketahui saya beri nilai aktivitas. Suatu kali ditengah ruang praktek menaksir, setelah mereka lelah menggosok emas, saya berikan contoh emas putih, platina dan perak untuk ditaksir. Setelah hampir semua menggosok, saya tanyakan, bagaimana menurut diktat yang telah mereka terima cara menaksir ketiga barang tersebut dengan benar sesuai kaidah ? Bagi yang bisa menjawab saya beri nilai akhir untuk aktivitas 90 !

Pating clebung, bak katak di musim hujan ! Menyedihkan...! Bukan karena tidak ada jawaban yang benar, akan tetapi mau baca lalu berkomentar hanya karena ada hadiah nilai. Saya ingat pengalaman sekitar lima belas tahun lalu ketika mengunjungi AIM di Philipina, dalam perbincangan dengan rektor AIM, beliau mengungkapkan kepada saya, bahwa kelemahan mahasiswa Indonesia adalah "sedikit komentar" sehingga sulit diketahui, apakah dalam diamnya mereka paham atau tidak mengerti.

Sesudah hadiah nilai saya naikkan menjadi 100, pating clebungpun berubah menjadi gegap gempita. Barangkali persis suasana ketika Dahlan Iskan meng-iming-imingi mobil Avanza didepan seluruh pegawai Merpati.

Namun setelah sekian lama usulan kurang bernas bersliweran, bahkan cenderung pengulangan, seperti "setelah ditetesi air uji 1, cenderung putih". Akhirnya muncul juga dari seorang siswa yang dari tadi saya amati selalu menunduk, membaca:"Platina harus memakai air uji 1, 3 pak...!" Atas jawaban itu, suara kelaspun menjadi hening senyap dan hanya satu kalimat yang tepat untuk menggambarkan. All face are redenned !
Bagaimana tidak ?! Sejak tadi mereka menggosok ketiga jenis barang itu dengan semangat memakai air uji konvensional; begitu tahu mereka salah telak, otomatis kegegap gempitaan berubah menjadi senyap...untung di kita tidak berlaku budaya harakiri !

Budaya baca buku yang sangat lemah semestinyalah bukan hanya teriakan sesaat dalam diklat. Tetapi ia haruslah dibudayakan, bila perlu dipaksa dengan terbitnya surat edaran Direksi.

Saat saya diminta menutup upacara diklat Penaksir Madya dua minggu lalu, saya meminta lewat sambutan agar buku2 tetap terus dibaca dan jangan dijadikan bantal ! Bahkan secara ekstrim saya nyatakan, jika hari ini saudara di wisuda dan esok tidak lagi baca buku maka lusa, saudara adalh orang yang tidak berpendidikan...!

Mari kita ubah lagu ninabobok menjadi ninabuku.

2 Comments:

Blogger Unknown said...

tetap semangat para penaksir

7:05 PM  
Blogger Unknown said...

tetap semangat

7:05 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home


Damai Sejahtera @ Terima Kasih

Free Website Counter