PEGADAIAN Indonesia

mengatasi masalah tanpa masalah

Friday, January 30, 2009

Manajemen Putar Haluan.


Seorang rekan bercerita tentang gegap gempita pembukaan UPC (Unit Pelayanan Cabang) lalu seperti biasa ekses buruk mengemuka. Selaku peneliti rekan tersebut mengritisi mekanisme pembukaan yang hanya dipagari aturan. Semuanya diserahkan, dalam bahasa bisnis disebut 'desentralisasi' kepada daerah untuk melaksanakan pemilihan lokasi (place) dan melaporkan ke Pusat untuk kemudian dibuat surat persetujuan pendirian UPC dengan disertai catatan klasik - harus sesuai GCG.

Mekanisme penelitian bukannya terabaikan tetapi telah dibuat menjadi suatu panduan yang harus dilaksanakan oleh Kantor Wilayah untuk dilaksanakan. Sementara divisi Manajemen Risiko belum meluncurkan manual yang bisa dipedomani. Manual tersebut masih dalam proses pembuatan, diperkirakan 3 bulan lagi telah siap disebarkan. Sehingga tiap unit diwajibkan membuat analisis risiko setiap aksi yang akan mereka perbuat.

Yang menjadi perhatian saya adalah kesibukan rekan rekan Pimpinan Wilayah dengan segudang permasalahan menumpuk di pundak mereka. Bayangkan, baik bagi wilayah yang harus buka UPC menggebu maupun yang duduk manis. Bagi yang buka UPC "scarcity of an expert human skilled" cukup memusingkan kepala sementara jumlah unit yang harus dibuka kadang mengabaikan faktor "madolke" (laku)sehingga hitungan BEP diatas kertas kadang dipaksakan.

Solusi : BEP dibatasi dalam 2 tahun, perlukah ?

Ekses yang timbul kadang menggelikan, seorang tenaga baru rekrutan akhir tahun 2008 yang belum mengerti arah bisnis pegadaian, apalagi kursus menaksir, sudah ditugasi pegang UPC. Lalu bagaimana jika ada nasabah ? "Saya akan panggil penaksir dari Cabang Induk" jawabnya kalem. Dari jawaban tersebut kedekatan jarak Cabang (Induk) dengan UPC-nya nampaknya justru terabaikan, sekali lagi demi mengejar target.

Lalu ada ekses lain, Pejabatnya "bersembunyi", kata teman saya, diduga supaya uang bensin utuh, Pantesan, kata saya, sewaktu saya kesana tidak ada di tempat dan di jawab lagi cari UPC. Ahhh...suudzon 'kalee !!.

Ada lagi tipe lain, kalau ini beneran...!, karena pekerjaan administratif menumpuk maka "Bapak" tidak pernah turney, demikian kata sang sopir. Nah loe ! Ini barangkali yang terabaikan dari para ahli teori organisasi yang berjubel di Pegadaian. Ketika dua - tiga Kanwil di integrasikan, siapa yang memikirkan job load ? Bila, Pimwil harus tanda tangan berkas menumpuk setiap harinya, maka Manajer Operasional dengan satu manajer lain akan sibuk mencari UPC atau menindak lanjuti usulan lokasi UPC oleh cabang (induk). Nah siapa yang harus menindak lanjuti pembinaan temuan dari sekian puluh cabang per hari ?

Dalam bahasa manajemen bisnis, apa yang dilakukan Manajemen dengan membuka UPC disebut dengan Turn Around Management atau Manajemen Putar Haluan, dengan tujuan agar keadaan berbalik 180 derajat dengan memberlakukan tehnik Business Restructuring. Yakni mulai dilakukan penerapan rencana strategis dengan memerbaiki operasional perusahaan secara berkelanjutan. Disini mulai dilakukan penyesuaian perpaduan produk sesuai dengan kebutuhan pasar dan memosisikan kembali produk yang dihasilkan perusahaan.

Terkait dengan menggebunya pembukaan UPC, Jim Collins dalam buku Good to Great, menyampaikan pula bahwa baik itu musuh hebat. Artinya Pegadaian tidak cukup menjadi baik saja tetapi ia harus menjadi perusahaan luar biasa nan hebat. Selayaknyalah langkah Manajemen itu perlu diacungi jempol. Salut dan apresiasi disampaikan dengan sepenuh hati.

Masih dalam rangka sepenuh hati, ada baiknya resiko yang mungkin timbul juga dirasa baik untuk disampaikan. Dalam ranah kajian Turn Around Management disebutkan beberapa indikator suatu perusahaan hampir bangkrut a.l.:

1. Proyeksi penjualan kadang dibuat terlalu optimistis. Implementasinya ? Pencanangan cabang ke 3000 pada saat ultah Pegadaian 1 April nanti adalah tindakan politis, meski beberapa kali Dirut dalam pidatonya meminta semua jajaran tidak bermain politik.

2. Strategi baik tetapi eksekusinya buruk. Pelaksanaannya ? Penaksir yang mengalami job enlargement sehingga menangani cabang induk plus UPC. Atau penaksir yang baru lulus kursus langsung ditugasi pegang UPC.

3. Sumber daya tidak mencukupi. Implementasinya ? Terjadinya pemaksaan mutasi pegawai dengan berlindung pada formulir waktu melamar 'bersedia ditempatkan di seluruh Indonesia'

4. Research & Development tidak berfungsi. Alasannya ? Pembukaan UPC mengekor pendirian cabang bank-bank yang pendiriannya ditengarai telah memakai penelitian. Saran saya, segera terbitkan SOP khusus untuk UPC, karena yang ada sekarang baru SOTK, dan ini beda !

Akhirnya...,Saya ini layaknya Semar dalam dunia pewayangan. Barangkali apa yang saya sampaikan diatas akan memerahkan kuping tetapi inilah fakta yang musti saya sampaikan untuk sekedar "menginjak kopling" dan bukannya rem. Sebab ketika semua menginjak gas dengan emosional, menginjak rem akan membuat mobil terguling. Contohnya ketika rekan manajer cabang mengritisi keputusan Pimwil atas perintah buka UPC. Jawabannya, saya lebih baik memberhentikan Saudara sebelum saya diberhentikan.

Komentar saya "Sabar kawan...! dalam pengertian budaya Cina, kita semua mengedepankan unsur Yang (target kerja) dan mengabaikan unsur Ying (hubungan batin).

Sesungguhnyalah krisis dimulai ketika kita melupakan jati diri kita.


Damai Sejahtera @ Terima Kasih

Free Website Counter