PEGADAIAN Indonesia

mengatasi masalah tanpa masalah

Monday, March 05, 2007

FENOMENA VMV , antara becak & truk - 2


Dalam ilmu ekonomi dikenal konsep potensi pertumbuhan (growth potential) yang secara makro diartikan sebagai batas atas pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam jangka panjang.

Secara mikro kelaziman dalam praktek sesehari (best practice) ada beberapa acuan untuk menentukan potensi pertumbuhan perusahaan seperti Pegadaian, pertama adalah kualitas cabang-cabangnya; kedua, kualitas SDMnya, ketiga kemampuan mengolah sumber daya finansial yang dimiliki serta keempat kemampuan teknologinya.

Keempat faktor itulah yang akan menentukan apakah duapuluh lima tahun mendatang penghasilan rata-rata pegawai Pegadaian akan setara dengan misalnya : 100 gram emas per orang per bulan. Ini barangkali analog tepat untuk menggambarkan apa yang dalam kajian ekonomi makro disebut dengan PDB per kapita.

Dari semua unit yang ada di Pegadaian, Cabang merupakan unit yang unik. Disana keempat faktor itu ada dan terkelola secara lengkap (fully managed) tetapi sekaligus memiliki kelemahan mendasar yakni minimnya otoritas yang dimiliki unit yang langsung menghasilkan keuntungan tersebut.

George G Brenkert dalam bukunya Corporate Integrity and Accountibility, 2004 menyatakan - dalam bahasa saya - bahwa 51% kekuatan ekonomi terbesar korporasi bukan terletak di holding tetapi di cabang-cabangnya. Pernyataan Brenkert yang seakan membandingkan kantor pusat dan cabang itu, sama halnya membandingkan becak dan truk. Naïf ? Tergantung kacamatanya !.

Disisi lain, DR. Boediono sebelum menjadi Menko Ekuin, kabinet Indonesia Bersatu, dalam materi kuliahnya di FE-UGM-2004, menyatakan bahwa dari semua institusi yang paling menghambat pertumbuhan adalah lemahnya kinerja birokrat. Untuk itu reformasi birokrasi harus diprioritaskan. Dikaitkan dengan analogi becak dan truk eehh…pusat, kanwil dan cabang, siapa yang paling birokratis ?

Apakah dengan uraian singkat diatas, wacana Anda tentang VMV yang seharusnya di Pegadaian , sudah terbuka ? Jika belum, mari kita lanjutkan obrolan kita.

Peningkatan SDM menyangkut dua segi mendasar: pendidikan dan kesehatan. Pendidikan, semua pasti paham terkait dengan masalah pengetahuan dan cara menangkap serta mengimplementasikan VMV. Sementara masalah kesehatan masih banyak orang mengasumsikan hanya terkait dengan jumlah kehadiran hari kerja. Padahal didalamnya tersirat kesehatan jiwa sebagai sumber potensial untuk lahirnya inovasi dan kreativitas sekaligus mutu SDM yang separuhnya ditentukan oleh faktor kesehatan itu. Kedua bidang tsb harus dilakukan pembaharuan secara seimbang. Masalahnya, sering bidang kesehatan dianggap sebagai urusan pribadi pegawai ybs. akibatnya kondisi psikologis terabaikan. Kala kasus menerpa yang bergerak sistem dan aturan, minus sentuhan pribadi. Disisi lain, pegawai pun sering memanipulasi kesehatan dalam arti sempit demi untuk tujuan lain.

Berlimpahnya sumber daya finansial sering menjadi berkah tetapi sekaligus menjadi musibah, tergantung bagaimana mengelolanya. Sebagian pakar dan pelaku bisnis menyatakan peran utama bisnis adalah maksimalisasi laba. Namun lebih lanjut Brenkert mengritisi pendapat itu, karena penganut aliran yang tidak masuk akal dan tidak sesuai kenyataan itu kian sedikit.

Elkington dalam Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Bussiness, 1997 merumuskan bisnis harus dikelola secara triple bottom line atau ‘3P’ yakni Profit, People and Planet. Artinya bisnis hendaknya jangan dimengerti sebagai mencari keuntungan semata (profit) tetapi juga manusianya dan jangan lupa lingkungan (planet).

Meski untuk yang terakhir itu (planet, lingkungan) istilah dalam tataran implementasinya bisa bermacam-macam, semisal : Etika bisnis, corporate-citizenship, corporate-sustainability, stakeholder-dialoque, corporate stewardship dan corporate social responsibility. Implementasi CSR misalnya, harus bersifat kecabangan dan bukannya dikelola oleh holding. Karena itu sudah harus menjadi visi masing-masing manajer cabang yang tugasnya bukan hanya mengejar target keuntungan saja.

Strategi teknologi adalah kunci kemajuan perusahaan, oleh sebab itu kunci kemajuan teknologi perlu disusun dengan menyesuaikan pada tahapan-tahapan yang ada. Kalau kita secara konsisten menginginkan pertumbuhan triple bottom line berlanjut dalam 25 tahun mendatang, hal-hal yang bertentangan dan menghambat dengan prinsip-prinsip seperti disebutkan diatas harus segera ditangani secara serius mulai sekarang. Inilah hakiki Visi, Misi dan Nilai (VMV). Sebab apa yang kita tanam sekarang, hasilnya baru akan dipetik lebih dari satu dasa warsa mendatang. Peningkatan kualitas SDM misalnya, baru mempunyai dampak pada potensi pertumbuhan satu generasi kemudian.

Yang saya minta khususnya untuk intern Pegadaian adalah : mulailah ini menjadi VMV pribadi, lalu implementasikan dalam scope unit dimana kita bekerja.

Atau lebih praktisnya, benarkah saya kalau menginginkan agar seiring dengan kemajuan teknologi yang diimplementasikan secara online, maka cabang supaya semakin berkualitas harus diberi peran sebesar mungkin. Otorisasi ditingkatkan, kompetensi dikembangkan dan kewenangan diberikan seluas mungkin.

Masih belum jelas ?
Bacalah buku :”Who says that elephant can’t dance ?” yang ditulis oleh Louis V Gerstner, Jr. – 2002 atau “The world is flat”nya Thomas L Friedman - 2005.

Kalau saya dibenarkan mengemukakan keinginan tersebut diatas, maka jawabnya pasti 99 % kembali pada SDM Cabang dan yang 1 % pada goodwill management. Tentu saja sambil mengingat nasehat kuno yang berbunyi demikian : Woe to those who are wise in their own eyes and clever in their own sight.

Ahhh....Seharusnya itulah mimpi kita bersama.

Thursday, March 01, 2007

ANTARA BECAK DAN TRUK - 1

Tidak sebanding memang; membandingkan truk dengan becak, apalagi dari sisi laju kecepatan dan jangkauannya. Jelas truk berfungsi sebagai angkutan antar kota, sedang becak antar jalan dalam kota. Yang satu beroperasi dengan mesin sedang satunya digerakkan tenaga manusia. Itupun semua pasti mahfum.

Namun bukan itu yang saya maksudkan. Saya mengajak membandingkan antara tulisan yang ada di ‘bokong truk’ dan tulisan yang ada di ‘slebor becak’. Bak truk bagian belakang berisi tulisan yang kadang membuat pembacanya tersenyum kecut.

Misalnya, ada truk yang ingin memerlihatkan bahwa diri sang sopir baik (ahh…betapa banyaknya orang yang ingin dianggap baik), maka truknya tertulis:
NEW FEAR THE ME IS 3 (Nyopir Demi isteri)
MER – 123 – LUCK (Mer-tu-wa-ga-lak)
Ber -217-an (Ber-dua satu tuju-an)
Jika sopir ingin mengingatkan pengemudi lain, bahwa truknya bermasalah, maka ditulislah
Jagalah Jandamu (artinya jagalah jarak anda)
Alone By Must (artinya Pelan saja Mas)
Be are the kill us all come f??k (Biar dekil asal kompak),
So Fear See ‘n think (sopir sinting)
Be Young Care Rock (Biang kerok)
Ada juga sopir truk machoistis, yang ada diotaknya hanya perempuan, maka tulisannya tidak jauh berkisar disana
Cintamu tak semurni bensinku
Cintamu tak setulus cinta Emak Gw
On Any Book Un Plumb pleasant (!!! bukan pelampiasan)
Bercinta di bis Berpisah di Terminal
Buronan Mertua
Ayu Adine. (Cantik adiknya)
Bahkan ada truk yang menyaingi trayek metro mini, dan ini hanya ada di Jakarta, tertulis
Janda Baru Nenen (trayek Juanda – Pasar Baru –Senen)
Jumat Kelabu (pasar Jumat – Pondok Labu)


Bagaimana dengan becak ?

Becak merupakan pantulan hidup bernilai, bermakna dan tujuan hidup mendasar dari wong kabur kanginan, yakni orang yang tidak berumah dan kadang tidur dijalanan.. Transedensi terbaca dari slebor becak mereka.

Tengoklah tulisan berbaca Waton Urip (sekadar hidup) Kendati memelas, bila didekati secara mendalam dari warung-warung tempat mereka melepas penat seraya mengudap jajanan dan menyeruput kopi. Meski hidup ala kadarnya tetapi bukan lalu hidup ngawur dan seenaknya sendiri, melainkan berani hidup tanpa memberontak terhadap kehidupan.

Bila slebor bertulis Banyu mili (air menetes) atau Lumintu yang memuat keyakinan kendati sedikit bak setetes air toh rezeki bakal mengalir tiada henti. Meski kadang, sikap itulah yang juga menjerumuskan mereka untuk berjudi meski pendapatan tidak menentu.

Sri Rahayu seperti halnya ‘nyopir demi isteri’ demikian pula tukang becak pun punya visi untuk membuktikan kesungguhannya dalam membesarkan dan melindungi anak perempuannya, sehingga mereka terhindarkan dari perjinahan. Meski ada juga yang mencari duit dengan licik menipu penumpangnya, bahkan memeras segala.

Dengan warna-warni cat mencolok, visi ornamental terpampang sederhana demikian:
Ningsih (ingin dicintai setiap orang)
Barokah (terberkati)
Prasojo (bersahaja)
Marem (penumpang diharap puas)
Bejo (beruntung)
Sami-sami (penerimaan dan pemberian diri tanpa syarat)
Gemah Ripah (menggambarkan rizki subur makmur bak sawah)
Slebor itu menggambarkan refleksi pandangan hidup jawa yang 'manggihaken kabegjan ing saklebeting kacingkrangan'. (menemukan kebahagiaan dalam ketidak berdayaan).

Jika Anda berdomisili di kota yang becaknya berslebor akan mudah membayangkan, tetapi bagaimana dengan becak yang tidak berslebor, seperti di Jakarta. Ada kalanya tanpa tulisan, tetapi ada juga yang bertuliskan, salah satu saya temui saat parkir tertulis demikian 'ini bukan cita cita, tapi nasib'. Nah loe !

Mengapa topik ini perlu diketengahkan disini ? Apa keterkaitannya dengan Pegadaian ? Banyak hal bisa diungkap. Namun tulisan ini akan saya buat dalam rangkaian. Antara Becak dan Truk -1 (ABT-1) berisi prolog ; ABT-2 berisi kajian VMV (Vision, Mission and Value); ABT-3 tentang kepemimpinan, gaya dan sikap hidup di perusahaan.

Namun ada hal penting yang perlu menjadi perhatian kita, bahwa pengetengahan topik ini bukan ikut-ikutan gaya politis praktis, yang suka mempolitisir kemiskinan untuk tujuan mengangkat harkat dan martabat golongan. Juga, tidak ada maksud truk lebih baik dari becak - vice versa - apapun analoginya !.

Selamat menikmati sajian ini, sambil menanya kepada diri, akan kita beri tulisan apa pada kendaraan kehidupan kita masing-masing ?.

(Terima kasih sobat S.Rachmadi atas forward emailnya berjudul ‘Kata Bijak Sopir’ yang mengilhami sebagian prolog dari tulisan ini dan juga J.Sumardianta dalam ‘Senjata Orang Yang Kalah’).


Damai Sejahtera @ Terima Kasih

Free Website Counter