PEGADAIAN Indonesia

mengatasi masalah tanpa masalah

Wednesday, October 11, 2006

tuhan Sembilan Senti


Oleh Taufiq Ismail


Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok, di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok, bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok, di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok, di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i. Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Monday, October 09, 2006

Buka Puasa Bersama


"Spiritual Capital menunjukkan bagaimana kita bisa membentangkan jalan untuk bekerja dan hidup berdasarkan penumbuhan kecerdasan spiritual (SQ) dan pengembangan modal spiritual (SC)."

-- Peter Senge --

Pawnshop's Operator Expands Its Small-Business

Economist Intelligence Unit (IEU) says that pawnshop have become increasingly popular as a source of funding in Indonesia since the Asian financial crisis of 1997-98.This has resulted in booming business for state-owned Perusahaan Umum Pegadaian, the country’s only licensed pawn brokerage.

It's true ? Not at all !. Public views should recognizing. There are consumerize level that on high grade if we watched intensively in several big cities, likes jakarta, surabaya, makasar and denpasar. Public needs emergence fund. They wants the fastest loans. These are the main problems.

Analysis EIU then tells. Following, the economic crisis and the subsequent government bail-out of banks in the late 1990s, many local financial institutions became reluctant to lend to customers because of the heightened risk of defaults and the ongoing, and lengthy, restructuring process. Banks’ lending rates have remained high, averaging about 15-19%. Their expansion of credit has stayed relatively slow: they extended Rp79.4trn in new loans in 2002, compared with Rp56.8trn the year before.

Pegadaian has taken advantage of this market opening by increasing its lending to small businesses and consumers. Unlike a bank, it does not require a customer to open an account or to make a time deposit before it extends a loan. Typically, one of its pawn shops extends a short-term loan (up to a maximum of four months), ranging from Rp20,000 to Rp250m, after a customer offers property—such as jewellery, cars or electronic goods—as collateral. It holds these goods at the shop until a specific date, when the customer buys back the items at a set interest rate. (It also provides custodian services at a low cost for items such as electronics, autos and precious stones, much like the services available at larger banks but in a different way.) Customers authorise the pegadaian to sell the collateral through auction if they fail to settle their loans. These have proved to be profitable businesses: Pegadaian’s profits rose to Rp229.45bn in 2005, from Rp162.87bn a year before. It increased its lending, to Rp14.1trn, in 2005.

Pegadaian raises much of the money for these small-business and personal loans by issuing bonds in the domestic market. In 2004 it sold Rp400bn in local-currency bonds, and it plans to offer another Rp500bn in July 2005. Most of its funding is medium to long term; in addition to bonds, it issues bank and government loans and medium-term notes. The company is not allowed to raise deposits from customers.

Pegadaian in 2005 has more than 12.5m customers nationwide, most of whom live in rural areas, according to Indonesian rating agency Pefindo. Its nearly 6,000 employees provide services through 819 outlets in more than 14 cities across the country, including 13 new shops that opened in 2006.

Sunday, October 08, 2006

JODANG




Jodang adalah meubel unik yang dimiliki setiap rumah jawa kuno, gunanya untuk menyimpan harta kekayaan berupa perhiasan, wayang dan terutama barang pecah belah seperti piring, gelas dll. Ukuran dan tinggi meubel seperti nampak dalam photo. Hanya saja dalam photo tersebut telah diubah fungsi dan tampilannya, dengan tata letak modern. Aslinya, barang pecah belah disimpan didalam (in box) sedangkan nampak dalam photo diatas (on box).

Apa relevansinya dengan Pegadaian ?

Dulu saat pertama saya bekerja (29 th lalu, tepatnya th.1977, pas tanggal dilahirkannya blog ini), dipanggil pak Beder (beheerder, sekarang setingkat Manajer Cabang) dan diberi pengarahan begini, "Kata beheerder saya yang asli belanda totok..." - demikian beliau mengawali pengarahannya - "...jadikan pandhuist (rumah gadai = cabang pegadaian) kita ini bagaikan sebuah jodang milik masyarakat sekelilingnya".

Ini artinya, ada visi turun menurun yang tidak tertulis, sejak jaman belanda agar menjadikan pandhuist tempat menyimpan perbendaharaan/kekayaan masyarakat. Didalam visi turun temurun itu terdapat kedalaman filosofi, yakni menjadikan pegadaian dipercaya masyarakat (trust), ada pula unsur SCR, lekat dihati masyarakat, ramah dan orientasi rente pula (financial oriented).

Sekarang, gejalanya hampir sama terutama dalam hal visi menjadikan cabang sebagai 'menggadaikan mesayarakat dan memasyarakatkan gadai', yang ada di pikiran para beheerder sekarang adalah paradigma omzet. Everything but omzet.

Dibanding dengan paradigma jodang, paradigma omzet ada kesetaraan. Masalahnya tergantung kualitas SDM dalam menangkap arti omzet, terutama kecerdasan emosinya untuk memahami fenomena ekonomi lingkungan. Bicara omzet adalah bicara pencapaian hasil tanpa meninggalkan proses. Omzet akan menjadi nisbi, jika kita hanya terpaku pada angka semata. Dia akan menjadi titik nadir, manakala pelayanan berwawasan 'cabang menjadi pusat penyimpanan harta masyarakat' diabaikan. Ia bukanlah angka semata.

Oleh sebab itu, agar masyarakat mau menyimpan barangnya, tersenyumlah sebelum senyum itu dilarang.

Friday, October 06, 2006

Tanggung Jawab Sosial Pegadaian


Social Corporate Responsibilities (SCR) kembali mengemuka, ketika negeri tercinta banyak dilanda musibah. Ambil contoh, Tsunami di Aceh, gempa di Yogya dan terakhir lumpur panas di Sidoarjo. Dalam setiap peristiwa itu, Pegadaian selalu ambil peranan. Karena lembaga paling dekat dengan denyut nadi kehidupan masyarakat pedesaan, maka tidak terhitung berapa rupiah yang telah dibayarkan sebagai biaya sosial itu. Hitungan itu tidak ternilai dengan rupiah karena sampai saat ini Pegadaian masih terus 'menyumbang' akibat dampak bencana itu.

SCR hendaknya tidak dimengerti sebagai duit yang dikeluarkan saat masyarakat dan bangsa menyandang pilu-nestapa saat terhempas bencana semata. Contoh mengemuka kala ultah perusahaan dirayakan oleh Cabang Utama Bekasi dengan mengadakan khitanan bersama untuk masyarakat tidak mampu. Nampak ruang pimpinan cabang yang dipakai para dokter alumni UI untuk 'mengeksekusi' anak yang dikhitan.

Tanggung jawab mereka adalah tanggung jawab kita bersama.

Thursday, October 05, 2006

Open Source


Indonesia Go Open Source (IGOS) yang dicanangkan Pemerintah RI (Menkominfo) menarik untuk disinggung disini. Saya melihatnya sebagai pertahanan nasionalisme. Loh kok sejauh itu ?

Adalah Bill Gates yang memelopori Microsoft memungut setiap pemakaian komputer berbasis Windows plus operating systemnya (OS), dikenai US $ 400. Uang sebesar itu, 94 % masuk ke kantong Bill Gates, sisanya margin keuntungan distributor. Jadi wajar 'kan kalau Mr. Bill dinobatkan Forbes sebagai juragan terkaya didunia.

Jika uang lisensi ini terus-menerus mengalir tanpa ada upaya dari Pemerintah, uang kita akan tersedot terus sehingga yang kaya tambah kaya, yang miskin makin miskin. Untuk itu diluncurkanlah program Open Source dengan nawaitu agar uang yang beredar tetap di negara sendiri.

Upaya Microsoft supaya tetap bertahan hidup, dengan meminjam tangan user komputer termasuk anda dan saya untuk bunuh rekan-rekannya seperti Symantec, Adobe, Oracle dan IBM - vice versa; caranya antara lain, saling membuat dan mengirimkan virus yang dapat merusak OS (operating system) lawan.

Sementara Open Source untuk bertahan hidup akan saling membuat solusi selengkap-lengkapnya diantara anggotanya. Misalnya, ketika seorang teman di Pusti Pegadaian Pusat, mengalami kesulitan program berbasis Fedora Core-4, yang di sampaikan via internet, solusinya diberikan oleh seorang WN India.

Satu hal yang tetap harus diwaspadai bahwa Open Source-pun memiliki nafsu membunuh sebagaimana lazimnya dunia perbisnisan. Yakni ingin tetap mengalahkan dominasi raksasa OS (operating system) tersebut.

Penyebar luasan pemakaian Open Source banyak hambatannya. Kendala utamanya, resistensi user. Mereka yang terbiasa pakai windows, disuruh pakai Linux, pasti Manajemen menuai protes.

Akhirnya, apakah bisa disimpulkan Microsoft setan sedang Open Source malaikat ? Tidak bisa se-ekstrim itu, membandingkan Open Source vs Microsoft, adalah perbuatan yang sangat naif. Karena Microsoft adalah perusahaan software sedangkan Open Source bukanlah sebuah perusahaan, melainkan sebuah ide. Dan ide tersebut dapat saja dilakukan oleh banyak perusahaan software maupun hardware.

Dugaan saya, bisa saja kedepan, Microsoft menjadi perusahaan Open Source.

Wednesday, October 04, 2006

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEGADAIAN sebuah pemikiran


Sama seperti halnya arah kebijakan ekonomi, tujuan akhir dari kebijakan pengelolaan BUMN adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bagi masyarakat, kesejahteraan bukan abstrak tetapi riil terkait dengan kehidupan sehari-hari. Secara praktis, mereka menginginkan dua hal mendasar, masukan yang gampang dan keluaran yang tidak terlalu besar, sehingga tingkat kehidupan membaik dari waktu ke waktu. Disinilah letak peran BUMN, yakni mewujudkan kedua hal mendasar itu dalam kehidupan sesehari mereka secepatnya.

Tentu saja ini bukan pekerjaan mudah semudah membalik telapak tangan. Pula, hendaknya ini jangan dimengerti sebagai tanggung jawab sosial perusahaan semata. Secara gamblang, arah dan tujuan setiap BUMN harus disasarkan kepada terciptanya kemudahan kepengurusan pelayanan masyarakat, rendahnya biaya yang harus ditanggung oleh mereka serta harus terkait langsung dengan kebutuhan kehidupan dan, ini yang penting, secepatnya.
Dalam istilah ekonomi yang diinginkan masyarakat dan BUMN harus sejalan, yakni pertumbuhan ekonomi yang sustainable, diiringi dengan stabilitas yang terkendali.

Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan berarti perluasan kegiatan ekonomi, merupakan obat mujarab satu-satunya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan membuka lapangan kerja baru. Sementara itu stabilitas ekonomi yang terkendali adalah satu-satunya cara untuk melindungi agar pendapatan masyarakat tidak berkurang nilainya akibat kenaikan harga dan biaya hidup sehingga kurang disadari bahwa inflasi pada dasarnya adalah proses pemiskinan. Kedua hal mendasar itu merupakan kunci kesejahteraan masyarakat jika dijalankan secara adil dan merata.

Implementasi di Pegadaian, pertumbuhan ekonomi dikiprah nyatakan dalam bentuk selalu membuka cabang baru dengan rekrutmen terbuka melalui putra daerah. Sedangkan stabilitas ekonomi terkendali diwujud nyatakan dalam bentuk upaya pencarian dana murah dan memberikan sewa modal (bunga) murah kepada masyarakat dengan sistem gadai yang semakin dipermudah, tidak berbelit belit, transparan dan cepat.

Dari kajian makro ini, implementasi Pegadaian selaku pelayan masyarakat sudah on track, artinya jika semua BUMN melakukan bisnisnya sesuai kaidah ekonomi makro. Hal ini akan sangat membantu Pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat. Contoh konkrit, jika lebaran ini semua BUMN terkait dengan tarif transportasi dan harga bahan pokok bisa menekan harga yang dalam kekuasaan mereka dan menyederhanakan prosedur serta meminimize pungli, maka mekanisme pasar akan mengikuti langkah ini. Sehingga masyarakat bisa merayakan lebaran dengan semakin lega.

Bukankah memang itu tugas mulia kita ?

pegadaian dengan "p" kecil


Bicara tentang pegadaian 'an sich' bicara tentang 'kredit' dengan sistem gadai. Kata 'kredit' berasal dari 'credere' berarti kepercayaan. Kredit ada dua, yakni fiducia dan gadai. Fiducia berarti kredit dengan jaminan barang tetap - tidak bergerak. Sedangkan Gadai jaminan yang diagunkan berupa barang bergerak. Pegadaian (dengan P besar) di Indonesia saat ini secara formal-legalistik hanya ada satu, yakni PERUM Pegadaian dengan status BUMN milik pemerintah yang telah exist sejak 1901.

Menilik arti kata pegadaian dengan p kecil berarti ada dua. Yakni lembaga resmi milik pemerintah itu sendiri dan lembaga yang menyalurkan kredit dengan berdasar hukum gadai. Apakah lembaga lain itu telah ada ? Lembaga itu sekarang banyak menjamur di beberapa kota besar seperti Jakarta, Semarang, Makasar, Medan dan yang paling agresif di Surabaya. Mereka ada yang memakai baju perbankan, ada yang pakai nama koperasi, ada yang bersembunyi dibalik toko emas, tetapi ada juga yang terang-terangan pakai istilah Pegadaian, dengan P besar. Padahal nama Pegadaian telah dipatenkan resmi.

Di Makasar, surat bukti kredit dari Pegadaian diperjual belikan di masyarakat, bahkan di depan sebuah cabang ada lapak yang dengan tenangnya buka 'outlet' (lihat foto). Modus lain, tanpa merasa bersalah sebuah koperasi terima gadai dengan cara agunan yang diterima oleh pengurus koperasi itu digadai ke Pegadaian untuk menentukan besarnya uang pinjaman. Hal ini mereka lakukan untuk mengantisipasi kesulitan rekrut penaksir.


Damai Sejahtera @ Terima Kasih

Free Website Counter